Jumat (13/09/13) sejumlah mahasiswa Ilmu
Kelautan UNHAS yang tergabung dari Marine Science Diving Club (MSDC), SEMAKelautan UNHAS, dan Coralia Study Club (CSC) melakukan ekpedisi ke 10 pulau dan
2 gusung di kepulauan Spermonde. Ekspedisi yang diusung dengan nama Ekspedisi
Tridacna 2013 ini dilaksanakan selama 4 hari mulai dari hari jumat (13/09)
sampai senin (16/09).
Awalnya kegiatan ini
terlaksana atas adanya kerjasama dalam hal survey keberadaan Kima di Kepulauan
Spermonde. Dalam hal ini Syafyudin Yusuf yang akrab disapa pak Ipul ini meminta
jasa kepada anak-anak MSDC UH. Beliau yang kini aktif sebagai pengajar di
Jurusan Ilmu Kelautan Unhas juga salah satu alumni klub selam tertua di Unhas
ini. Setelah melakukan persiapan dan perbincangan serius, maka disepakatilah
Ekspedisi Tridacna 2013 .
Dengan menggunakan kapal sewaan, pada hari
pertama tim ekspedisi menuju zona pertama yakni pulau Ballang Caddi, Pulau
Langkadea, Gusung Langkadea, dan Pulau Karanrang (sebagai pos pertama untuk
beristirahat dan menginap). Di hari kedua, tim ekspedisi berangkat
menuju zona-2 yaitu sebelah barat pulau Podang-Podang Lompo, pulau Sarappo
Lompo, dan pulau Pala (sebagai pos kedua untuk istirahat dan menginap). Di hari
ketiga, ekspedisi dilanjutkan ke zona-3 yakni, Pulau Cangke, Sarappo Keke,
Gusung Tambakulu dan Pulau Kondongbali (sebagai tempat istirahat dan
menginap). Dan di hari keempat, tim ekspedisi menuju zona
terakhir, yakni Pulau Kapoposang.
Melihat kondisi hewan bercangkang Tridacna sp. atau yang secara umum
disebut kima ini semakin hari semakin mengalami kemerosotan populasi. Dari
tujuh spesies yang ada, 2 diantaranya telah hampir mengalami kepunahan.
Tingginya tingkat pemanfaatan, dan rendahnya nilai konservasi tentu akan sangat
memengaruhi keberlansungan hewan kima ini. Sedangkan, menurut beberapa ahli
ekologi, bahwa kepunahan suatu hewan atau spesies akan sangat memengaruhi hewan
atau spesies lain dan tentu akan mengganggu keseimbangan ekosistem.
Perlunya perhatian khusus dari berbagai pihak,
baik dari pemerintah, atau LSM yang terkait ekosistem, harusnya sering
melakukan pendataan terhadap populasi mana saja yang mengalami kemerosotan dan
mungkin hampir punah, dan kemudian melakukan sosialisasi kepada masyarakat
secara umum dan para nelayan secara khusus agar bisa bersama-sama menjada
keseimbangan ekosistem.
“kima tidak banyak lagi ditemukan jadi tidak
pernah dijadikan mata pencaharian utama bagi saya dan mungkin bagi para nelayan
lain juga, kami hanya mengambil kima apabila sedang melaut mencari nafkah dan
kebetulan kami melihatnya, itupun kami mengkonsumsinya secara pribadi dan tidak
menjualnya”, kata daeng Ila, seorang nelayan di Karanrang.
Sebagai orang yang sadar akan pentingnya
keseimbangan ekosistem, mari kita bersama-sama melakukan segala hal baik dari
hal yang kecil demi menjaga seluruh ekosistem yang begitu besar. (*)