“NEVER TOO LATE TO SAVE CORAL”
Terumbu
karang memberi kita gambaran suatu keindahan dasar perairan di daerah pantai
tropis, karena tersusun atas berbagai hewan dan tumbuhan dengan warna, bentuk
dan ukuran yang bervariasi. Terumbu karang juga menjadi ekosistem bagi banyak
biota, baik sebagai rumah tempat mencari makan atau bahkan tempat untuk
berkembang biak. Dapat dikatakan bahwa tanpa terumbu karang, masyarakat pesisir
dan perkotaan tidak dapat menikmati hasil perikanan laut.
Suatu
ekosistem yang baik, tidak akan mungkin selamanya membaik jika ancaman masih
terus berlanjut. Hukum alam mengatakan bahwa “yang paling kuat adalah yang
dapat bertahan hidup” merupakan suatu kondisi yang tidak berlaku pada ekosistem
terumbu karang. Sebab, ancaman demi ancaman terus berdatangan tanpa diimbangi
sikap konservatif. Tidak hanya secara alami, namun terdapat juga ancaman secara
antropologi atau akibat aktivitas manusia yang justru lebih berbahaya.
Demi
memenuhi hal mendasar dari terdegradasinya lingkungan, utamanya pada ekosistem
terumbu karang, para ilmuwan di seluruh dunia seakan berlomba mencari cara agar
kondisi ekosistem tidak terus semakin tergerus. Maka diperlukan sebuah
referensi awal bagi mereka, seperti data kondisi kesehatan yang mewakili
ekosistem terumbu karang di seluruh dunia.
Meski
begitu asing terdengar di masyarakat umum, Reef Check termasuk hal yang penting
bagi para ilmuwan kelautan diseluruh penjuru dunia. Metode reef check merupakan
suatu cara untuk mengindentifikasi kondisi terumbu karang secara berkala.
Membandingkan kondisi dari beberapa tahun terakhir hingga pada kondisi kesehatan
terkini dari terumbu karang tersebut.
Dalam
sejarahnya sendiri, metode Reef Check diharap menjadi metode pemantauan terumbu
karang yang dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dari kalangan
manapun. Metode tersebut dirancang secara khusus dan terkesan mudah dibanding
dengan metode pemantauan terumbu karang lainnya. Hal ini dikarenakan agar para
sukarelawan, bukan hanya ilmuwan, dapat melakukan survey kondisi terumbu karang
standar sehingga pemantauan dilaksanakan kapan saja dan secara global.
Pada
mulanya, oleh Prof. Robert Ginsburg dari Universitas Miami, terlaksana sebuah
seminar tentang aspek global terumbu karang pada tahun 1993 (The 1993
Colloquium on Global Aspect of Coral Reefs). Dalam seminar tersebut hadir
berbagai ilmuan karang untuk membicarakan kondisi terumbu karang dunia. Namun
hingga selesainya seminar tersebut, mereka tidak menemukan kesimpulan karena
ternyata tidak begitu banyak informasi yang didapatkan tentang kondisi
kesehatan terumbu karang secara global.
Sebagian
ilmuwan mengklaim bahwa kurangnya informasi tersebut disebabkan oleh karena banyaknya
metode pemantauan terumbu karang dengan parameter yang tidak memperhitungkan
kondisi kesehatan karang baik sedang naik maupun sedang menurun. Maka, Gregor
Hodgson yang juga seorang ilmuwan karang, merancang sebuah metode Reef Check
yang diluncurkan pada tahun 1997, sekalipun metode ini telah beliau terapkan mulai
awal tahun 1996. Sejak itulah pemantauan terumbu karang secara global
dilaksanakan dan dengan survey tersebut diketahui bahwa kondisi terumbu karang
dunia pada saat itu sedang krisis.
Secara
umum, pemantauan kondisi terumbu karang mampu memberi sumbangsi bagi
kelangsungan hidup karang dan biota yang berada di lingkungannya. Termasuk
sebagai bahan pengetahuan bagi nelayan sekitar untuk dapat bersama-sama menjaga
kondisi lingkungan ekosistem terumbu karang. Hasil dari pemantauan tersebut
juga menjadi referensi bagi para ilmuwan dan seluruh pemerhati lingkungan,
sehingga apabila terjadi degradasi besar-besaran, maka akan ada sikap konservatif
sebagai tindakan lanjutan. Dengan begitu, segala yang menjadi kekhawatiran
dapat diminimalisir dengan mencegah hal-hal yang berkemungkinan memberi
pengaruh terhadap kelangsungan ekosistem terumbu karang.
Bertepatan
dengan perayaan “Reef Check Day” se-dunia yang jatuh pada tanggal 22 oktober,
sebuah lembaga penyelaman yang berkedudukan di Jurusan Ilmu Kelautan
Universitas Hasanuddin Makassar, yakni MSDC-UH (Marine Science Diving Club
Universitas Hasanuddin), melaksanakan pembukaan dan kuliah umum sebagai
rangkaian dari kegiatan Reef Check 2014. Kegiatan ini menjadi program kerja rutin
tiap tahunnya dengan titik pemantauan di beberapa pulau yang ada di kepulauan
Spermonde Sulawesi Selatan. MSDC-UH telah menjadi parnert bagi Reef Check Indonesia untuk pemantauan kondisi terumbu
karang di wilayah Indonesia Timur.
Dengan
melibatkan anggota MSDC-UH dan dari masyarakat umum, MSDC-UH telah melaksanakan
reef check di berbagai pulau yang ada di Sulawesi Selatan sejak tahun 2005. Dan
pada tahun 2008 hingga pelaksanaan Reef Check 2014, pemantauan terfokus dan
konsisten pada 3 pulau yakni, Pulau Samalona, Pulau Barrang Lompo, dan Pulau
Barrang Caddi. Terlepas dari beberapa site pulau tambahan yang MSDC-UH juga
sempat pantau kondisinya.
Persoalan
demi persoalan ditemukan sebagai ancaman untuk hewan dengan penyusun zat kapur
tersebut. Dalam salah satu buku yang diterbitkan oleh IUCN – Badan Konsevasi
Dunia/The World Conservation Union, bahwa hingga kini, tekanan yang disebabkan
oleh kegiatan manusia, seperti pencemaran dari daratan dan praktek perikanan
yang merusak telah dianggap sebagai bahaya utama untuk terumbu karang.
Sementara masalah ini belum hilang, telah muncul ancaman lain yang lebih
potensial. Terumbu karang telah terpengaruh dengan naiknya tingkat kemunculan
dan kerusakan karena pemutihan karang (Coral
Bleaching), yaitu suatu fenomena sehubungan adanya aneka tekanan, khususnya
kenaikan suhu air laut.
Salah
seorang dari DNPI (Dewan Nasional Perubahan Iklim), Ade Rachmi Yuliantri dalam
kuliah umum Reef Check 2014 di Ruang Sidang FIKP UNHAS mengatakan, bahwa
pemanasan global telah terjadi dan soal kebenaran isunya, kini tidak
terbantahkan lagi. Total emisi C02 di atmosfer semakin meningkat, katanya.
Percepatan ini tidak lain terjadi karena bantuan aktivitas manusia yang kurang
peduli atau belum sepenuhnya memahami tentang konsep efek rumah kaca.
Dampak
pemanasan global yang paling terasa di masyarakat adalah adanya pergeseran
musim serta perubahan suhu permukaan air laut. Ditambah meningkatnya permukaan
air laut akibat mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan. Terumbu karang
hanya dapat hidup dan berkembang pada suhu kisaran 29 sampai 30 derajat
selsius. Hal tersebut menjadi ketakutan bagi pemerhati lingkungan sebab akan
terjadi perubahan lingkungan perairan secara besar-besaran pula.
Pada
tahun 1998, terjadi kasus pemutihan karang secara global dimana lebih dari 55
negara mengalami tingkat pemutihan dan kematian karang yang tinggi. Sebanyak 90%
karang mati akibat pemutihan karang di wilayah Sumatera Barat dan Kepulauan Gili,
Lombok, dan karang di wilayah lain juga banyak ya ng terkena pemutihan.
Sementara
dari hasil pemantauan MSDC-UH di beberapa pulau di Spermonde Sulawesi Selatan pada
tahun 2012 & 2013, terjadi penurunan presentase tutupan karang pada
kedalaman 3 meter. Pada Pulau Samalona terjadi penurunan hingga 27,5%. Di pulau
Barrang Lompo sekitar 25,6% juga telah terdegradasi. Dan di Pulau Barrang Caddi
sekitar 3,13% telah mengalami kemerosotan dengan berbagai penyebab.
Disamping
dari hasil pemantauan yang menemukan penurunan kualitas ekosistem terumbu
karang di kepulauan Spermonde, MSDC-UH juga memperoleh data yang menunjukan
suatu peningkatan. Data tersebut berada pada titik kedalaman 10 meter di 3
pulau yang telah disebutkan sebelumnya. Ini dapat menjadi referensi bagi para
ilmuwan untuk menganalisis perbedaan presentase tersebut, kemudian dapat
diambil kesimpulan sebagai bahan untuk ditindak-lanjuti.
Pada
dasarnya, reef check dilakukan untuk memberi informasi bagi para ahli karang
dan juga masyarakat umum, sehingga terjadi sinkronisasi nilai yang baik antara
ekosistem di laut dan manusianya sendiri. Selain itu, reef check juga dapat
mendidik masyarakat mengenai krisisnya ekosistem terumbu karang, menciptakan
jejaring sukarelawan pemantau secara global, meneliti proses ilmiah pada
karang, memfalitasi kerjasama, dan merangsang aksi komunitas lokal. Mengambil
makna dari tema Reef Check 2014 yang dilaksanakan oleh MSDC-UH, bahwa tidak ada
kata terlambat bagi kita untuk menyelamatkan karang dunia. (*)
|
Foto Bersama Panitia & Peserta Reef Check 2014 |
|
Saat Sedang Mengambil Data |
|
Saat Sedang Mengambil Data |
Penulis: Alief Fachrul Raazy