Rasanya baru kemarin gemuruh
petasan berdengung di telinga . Pancaran sinar berwarna-warni pun menghiasi langit yang mendung. Di beberapa
tempat di seluruh dunia, manusia berjejal menanti bergantinya tahun Masehi. Agenda
ini seakan jadi rutinitas yang tak boleh dilewatkan, walaupun banyak yang skeptis
dengan hal tersebut. Berbicara masalah
FSA, suasana perayaan tahun baru jadi analogi yang tepat.
Kamis, 2 Januari 2014 Pukul 14.00 WITA diadakan
diskusi mengenai FSA yang dibawakan oleh Kak Ondo (Muhajir) yang juga mantan
Ketua Umum MSDC Unhas periode 2003-2004. Diiringi suara rintik hujan, alumni Ilmu
kelautan Unhas angkatan 2000 ini menyetel sebuah film dokumenter yang berdurasi
11 menit. Film tersebut menjadi pengantar diskusi .
Mendengar kata FSA, sebagian
besar audience mengerutkan dahi. Maklum
saja, kata ini cukup langka di Jurusan Ilmu kelautan. Fish Spawning Aggregation
adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan jumlah Ikan secara drastis
pada suatu lokasi demi kepentingan pembuahan. Seperti di sekitar Pantai Losari
dalam menyongsong pergantian baru, namun berbeda subjek dan motif .
Salah satu kebiasaan biota laut
adalah selalu kembali bertelur pada tempat yang sama. Tentu saja dengan
karateristik wilayah (faktor oseanografi), waktu dan jenis ikan itu sendiri. Seperti
pada ikan Kerapu. Kerapu yang biasa juga disebut Grouper adalah salah satu Ikan
dengan nilai ekonomis tinggi. Apalagi dalam kondisi hidup. Tak heran jika industri
perikanan tangkap menjadikannya
primadona.
Apa jadinya jika Ikan Kerapu
ditangkap sebelum bertelur, tentu saja menjadi kerugian besar secara ekologi
dan ekonomi sambung Kak Ondo. Maka dari itu, menjaga keberlanjutaan FSA secara
seimbang menjadi tantangan kita bersama.
Bukan hanya untuk urusan keseimbangan ekologi dan ekonomi, namun juga
keberlangsungan pangan bagi anak-cucu kelak. Ada tiga poin penting yang harus
dijaga pada urusan FSA ini, yakni lokasi (SPAGs), ukuran ikan dan waktu.
Untuk mengetahui lokasi
berlangsungnya spawning (SPAGs) memang jadi pekerjaan yang tidak mudah. Kita harus
mengawinkan ilmu masyarakat (kearifan lokal) dengan pemahaman dan teknologi di
bangku pendidikan formal. Setelah lokasinya dipastikan, tantangan selanjutnya
ialah bagaimana menjaga proses tersebut agar berlangsung dengan lancar. Ada banyak langkah yang dapat dilakukan, salah
satunya dengan tidak menagkap atau memakan ikan jenis ini, tutur Kak Ondo.
Konsep Konservasi dan sistem ekonomi
(Kapitalisme) ibarat dua kutub magnet yang sama. Sangat sulit dan hampir
mustahil untuk dipersatukan. Di sinilah peran manusia sebagai Khalifah dengan
segala keunggulan yang dimiliki untuk meredam kerakusan serta sikap masa bodoh.
Bukan tidak mungkin Kerapu akan menyusul status dari Ikan Napoleon yang
legendaris itu. Percayalah bahwa saat ini Ikan Kerapu sedang gamang dalam
menatap masa depan, apalagi untuk menyongsongnya.
|
Pemateri yang kini aktif pada lembaga The Nature Conservacy |
|
Mari berbuat lebih dari sekedar mendata jumlah & spesies ikan |